karya essay pertamaaa


oemji 4 the first time ternyata gw disuru bikin essay juga. bodola nilai ga terbagus tapi seneng betttt

COVID-19 MENURUT KAJIAN INTERAKSI SOSIAL
(Apriodita Aulia, X IPA 6)
     Pneumonia Corona Virus Disease 2019 atau biasa disebut COVID-19 adalah isu yang sangat merajai topik-topik pemberitaan dan bincangan di hampir seluruh lapisan masyarakat di Indonesia bahkan dunia, termasuk para petinggi negara. Virus ini setidaknya sudah menginfeksi 155 negara dan menewaskan 7.139 jiwa di seluruh dunia, dengan China dan Italia sebagai peringkat teratas. Data tersebut saya peroleh dari link https://gisanddata.maps.arcgis.com/apps/opsdashboard/index.html#/bda7594740fd40299423467b48e9ecf6 .
     Pemberlakuan lockdown atau pembatasan total keluar-masuk wilayah juga digaungkan begitu kerasnya. Hingga di beberapa daerah terdapat kebijakan untuk memberlakukan aturan yang dibilang cukup "represif" kepada warga negaranya sendiri. Seperti yang saya lansir dari akun instagram @cordova.media , dikatakan oleh warga Italia asli, bahwa terdapat penangkapan bagi warga yang berani keluar rumah tanpa keperluan dan tugas khusus. Proses sosialisasi untuk tidak melakukan kontak dengan orang lain dengan jarak kurang dari satu meter, juga pemakaian masker untuk orang sakit dan sering mencuci tangan selama 20 detik juga disosialisasikan di banyak wilayah dan negara.
     Sebenarnya mengapa virus ini dibicarakan begitu keras dan ramai? Dan mengapa begitu "berbahaya" nya berinteraksi dengan orang lain? Saya akan menjelaskan menurut info yang saya dapat dari berbagai informasi.
     COVID-19 (penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2)  adalah penyakit flu ringan dengan kecepatan penularan yang amat tinggi. Seharusnya pernyataan itu sudah bisa menjawab pertanyaan tadi. Tapi mengapa saya mengatakan "flu ringan"? Informasi itu saya dapat dari situs liputan6.com yang manyatakan bahwa tingkat kematian COVID-19 berada di angka 2,07%, jauh dibawah pendahulunya, SARS-CoV-1 dengan tingkat kematian 9,63% dan MERS yang tertinggi, 34,45%. Di mana SARS dan MERS berada di dalam satu famili virus yang sama dengan virus penyebab COVID-19 dengan gejala yang sedikit bersinggungan. Sehingga dapat dikatakan virus ini bukanlah "vonis mati" bagi orang yang terinfeksi, kecuali orang-orang dengan tingkat imunitas rendah seperti lansia dan penderita sakit berat.
  Walau tidak dikatakan "vonis mati", tapi virus ini tetap menjadi momok yang menakutkan lantaran kecepatan penularannya yang amat tinggi. Sehingga interaksi-interaksi yang biasa dilakukan masyarakat kemungkinan besar dapat menjadi "rute utama" virus ini untuk berkembang dan menyebar. 
     Gambarannya, jika seorang pemuda sehat dan bugar, terkontaminasi SARS-CoV-2. Kemungkinan ia tidak akan menjadi penderita COVID-19. Tetapi jika di anggota tubuhnya (misal tangannya) terdapat virus yang masih menempel dan hidup, lalu kemudian orang itu bersalam dengan orang tuanya yang berumur 80 tahun sepulang bekerja, di mana orangtuanya tersebut pasti memiliki sistem imun yang lebih lemah, dan berpotensi terinfeksi virus tersebut dan mengalami komplikasi-komplikasi yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatannya.
     Kejadian sama juga terjadi jika pemuda sehat tersebut memegang tombol lift di kantornya, lalu selang beberapa waktu kemudian, seorang penderita hipertensi dan penyakit berat lain, memegang tombol lift itu dengan jarinya. Lalu menyentuh wajahnya untuk mengusap keringat. Hal-hal yang tidak diinginkan mungkin sekali terjadi pada situasi ini.
     Maka pemberlakuan lockdown dengan persiapan matang, dapat dikatakan mutakhir untuk memutus rantai penyebaran virus ini. Dimana interaksi sosial antara masyarakat dapat berkurang secara drastis. Para penderita juga dapat mengisolasi diri di rumahnya dengan baik bahkan dapat sembuh dengan usaha sendiri melalui social distancing untuk beberapa waktu.

     Lalu bagaimana dampaknya dengan hubungan antar masyarakat? Apakah akan terputus pula? Tentu tidak. Dalam interaksi sosial terdapat berbagai jenis interaksi yang dapat dilakukan masyarakat. Dengan kemumpunan teknologi dan informasi saat ini, sangat efektif jika kegiatan masyarakat dilakukan secara daring atau online. Walau hal itu membutuhkan masa penyesuaian yang tidak sebentar bagi beberapa lapisan masyarakat khususnya di Indonesia.
      Contohnya dalam beberapa hal seperti sistem pembelajaran sekolah dan perkuliahan, tugas-tugas harian dapat diberikan pengajar sehingga kegiatan belajar-mengajar tetap berjalan walau tidak seefektif sebelumnya, tapi lebih baik dibanding tidak melakukannya sama sekali.
     Masa penyesuaian yang tadi saya katakan, tetap mempunyai kemungkinan untuk membentuk masyarakat yang anomi dan dapat menuju pada konflik antar masyarakat yang tidak dapat dikontrol. Seperti peristiwa panic buying yang terjadi beberapa waktu lalu, melonjaknya harga bahan makanan akibat kelangkaan yang mulai terjadi, pelaku penimbunan barang langka yang bermunculan, serta perebutan alat-alat pemuas kebutuhan antar kelas sosial dan hal-hal lain yang tidak akan pernah diharapkan siapapun kecuali mereka yang meraup keuntungan dari hal-hal tersebut.
    Jadi dapat ditarik kesimpulan, bahwa maraknya penyebaran virus SARS-CoV-2 yang terjadi saat ini amat sangat memengaruhi kehidupan sosial masyarakat khususnya pada segi interaksinya. Interaksi sosial di masyarakat dapat dikatakan lumpuh sebagian namun hal tersebut dapat disiasati dengan pemberlakuan interaksi sosial jarak jauh atau daring. Sosialisasi yang tepat dan meluas juga diperlukan demi meminimalisir konflik yang akan terjadi di kemudian hari demi menciptakan keteraturan masyarakat dan keberlangsungan kehidupan sosial masyarakat secara global.
     Sekian beberapa argumen dan data yang saya peroleh tentang COVID-19 dikajimenurut interaksi sosial, semoga bermanfaat, terima kasih.

Comments

Popular Posts