doa panjang

dua puluh tiga dari tiga puluh hari
puisiku layu tak disiran gemericik bahagia atas hal-hal kecil
arlojiku meleleh dan merambah ke jalanan tempatku pulang
menambah beban ibu, aku tidur pukul 3 pagi
dengan pena kering
absorpsi melebur jadi imaji-imaji kecut tak berTuhan
meneriakkan satu, dua, tiga bulan
.
tergopoh membawa sekeranjang kabar baik ke dinding kamar
lukisan bertambah 4 buah dan sayangnya aku masih menyayangimu
sekali lagi
.
teodolit yang kupesan jauh-jauh hari masih berjalan di tanah jogja
akan kubuka cepat cepat dan kupasang semestinya
ini duniaku yang penuh ingin tapi berdinding banyak,
itu dunia ajaibmu
kedalaman gua lautan dengan cahaya alamiah
.
aku berandai jika ini pun akan jadi alkisah
dan tak punya ku ada kuasa menegaskan juntrungannya
mungkir kertas kenangan di frontal lobus biar kubawa
walau tercerai
walau terberai
walau tercerai-berai
.
kanu kecil di tengah danau dengan membawa bakul berisi kenangan
aku kesulitan membentang tahajud atas ingin
"bukan olehku" kata Tuhan
lalu dengan siapa aku bisa mendobrak kotak pos tujuh lapis pintu milikmu?
dengan lukisan payah yang ku bawa?
dengan guyonan ngambang yang pernah kuberi?
aku terlalu mengkhayal pada dirimu yang bahkan masih mengencani kenangan
wanita pembawa rindu 24 bulan,
mungkin belum hilang pekat di kebanyakan mimpimu yang tak lelap
.
terlalu banyak prawacana
intinya aku pernah bermimpi menemuimu benar-benar
hari ini demam menyergap dan impianku jadi bias
semuanya mengkabur
semuanya selesai.

-jakarta, 19 agustus 2021

Comments

Popular Posts