tenda, gegas dan pulang

sudah berapa puluh bulan?

apa perlu aku memanggil dewa pemegang neraca hisab?? kusuruh ia menghitung seberapa jomplang salah dengan maafmu. aku sibuk kesana-kemari, memilin kertas-kertas yang ku gambar, menghitung hadir yang kukira tak berpenghuni ternyata bersinggasana, bernyanyi kecil sambil mengamplas kayu untuk perahu kanoku berjalan.

kulihat, di malam yang dingin dan cocok sekali buat tidur pulas, punggungmu masih membelakangi langit, kau membiarkan kelompok kecil rambutmu termakan sayup yang buas. angin dingin namun inginmu hangat. melindungimu untuk tetap kedinginan dan mencari dimana perempuan itu bersembunyi, mungkin di lipatan waktu?

dalam tenda tanganku bernoda karat, masih menyambung temali untukku berdiri esok, menyeberangi jembatan tempatku pindah atau pulang. punggungmu masih membelakangi langit. entah berapa lama lagi. perempuan itu, entah bersembunyi atau memang tak pernah ada ingin untuk muncul. aku ikut kerepotan mencari walau di balik tenda.

kalau aku sudah siap, barang-barang yang kurakit ini akan kubawa, juga doa, untukmu
aku akan pindah dengan bergegas, tendaku , aku rapihkan serapih mungkin
bukannya bosan mengetahui bahwa punggungmu masih membelakangi langit tiap malam?

-jakarta, 12 desember 2021

Comments

Popular Posts