cerita pekerja pemimpi ruang kelas

hari berjalan tanpa beda dan tali temali ransel meniti di ruas jalan, tak diganti beberapa bulan sebab tak punya pengganti. si pekerja pemimpi ruang kelas bergegas sampai satu jam lebih pagi dari yang lain. udara kota masih bersih sesekali, kali lainnya sudah terkepung partikel abu dari tarikan panjang mesin tua dan mesin baru. sarapan buru2 lalu cium tangan ayah ibu.

pekerja pemimpi ruang kelas tiba di ruangan, ubin dingin, bangku empuk, hawa sekeliling yang dia pajang di kamar mimpinya dari lama, dari ia duduk di bangku kayu menatap rumus matematika yang menusuk mata. tak ada sangka mimpi itu melongkapi mimpi sebelumnya; duduk senang menatap dosen atau duduk mengantuk sebab menatap layar semalaman. dia hembuskan napas buru-buru tempatkan tubuh di bangku dan ambil buku sketsa harian. gambaran-gambaran mengitari kepala, lebih rapih, lebih tegak, lebih lucu. dilibasnya kertas lama dengan bocoran tinta cepat dan gesit, ia selesai berlatih.

hari kerja berjalan seperti biasa dan pekerja pemimpi ruang kelas mainkan lagu di telinga, lagu-lagu yang cocok untuk berjoget, ingin sekali rasa tubuh melompat setiap beat paling yahud dimainkan, tapi ia harus sadar, ini ruangan terbuka dan ada 12 orang lain sedang bekerja serius dan teliti, jika ia masih waras untuk tetap duduk diam sambil gerakkan tetikusnya. tumpukan tugas diselesaikannya di separuh hari kerja dan begitu setiap hari. ia punya waktu luang kira-kira 5 jam dengan syarat duduk diam, tidak buka video dan games, tidak buka situs dengan layar gelap-gelap. otak memutar kelas di awal ia masuk kerja, setelahnya tidak banyak waktu pikir dan ia bergegas luncurkan tetikus di peranti daring, kamar pikirnya untuk buat berbagai macam pola dan tampilan apik, setidaknya bagi dirinya sendiri. 

tapi kosong

hari padat akan bekerja dan benah-rapihkan kemampuan tapi ruang bicaranya kosong. ia tidak bicara dengan siapapun manusia kecuali dirinya sendiri. jika udara tengah sejuk dan baik maka obrolan terjadi dan ia berjalan kaki delapan menit setiap pagi dengan riang gembira, dengan letup-letup kecil di dada; sadar bahwa ia akan sekali lagi bertatapan dengan peranti daring dan warna-warna berbentuk. sadar ia akan temukan lagu-lagu asyik baru. keadaan tidak begitu jika hawa dingin masuk ke sela pikir dan ruang pembicaraan mati, seolah-oah terkutuk ruang raya dan pembicaraan tidak terjadi. pekerja pemimpi ruang kelas menjadi tak lebih dari sebutir darah dan nafas berjalan yang penuhi perintah perusahaan, musik dimainkan tapi telinganya terasa pengang sepuluh kali lebih awal dari biasa. ia ingin pulang. pulang menuju pada titian yang tak ia tahu bahkan batang hidung akhir ceritanya.


Comments

Popular Posts